Jumat, 01 Februari 2013

Berwudhu Untuk Shalat


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ، مَنْ أَحْدَثَ، حَتَّى يَتَوَضَّأَ (صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: “Tiada diterima shalat hingga ia berwudhu” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang telah melimpahkan kemuliaan kepada kita di malam hari ini sebagai tamu-tamuNya, tamu kasih sayang dan kelembutanNya, tamu-tamu yang didekatkan kepadaNya, tamu-tamu yang selalu mengikuti cahaya sang pembawa risalah yang memimpin semua pembawa keluhuran, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh keberuntungan yang agung bagi hamba-hamba yang namanya telah dituliskan di malam hari ini untuk hadir di dalam tempat dan perkumpulan yang dimuliakan serta dibanggakan oleh Allah subnahanahu wata’ala. Dimana ketika hamba-hamba Allah berdzikir dalam suatu perkumpulan dzikir, maka Allah subhanahu wata’ala membanggakannya dihadapan para malaikat muqarribin, dan di saat ini kita dalam perkumpulan itu, maka semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahasia keluhuran yang telah disimpan untuk hamba-hamba yang dimuliakanNya, berupa kemuliaan di dunia dan akhirat, sehingga terangkat segala kesulitan dan permasalahan baik yang zhahir atau yang bathin, dan terbuka segenap pintu kemudahan untuk semua cita-cita kita di dunia dan akhirat, dan terbuka pintu-pintu keluhuran untuk kita di dunia dan akhirat. Sungguh rahasia keluhuran Allah subhanahu wata’ala banyak yang belum kita ketahui dan kita fahami secara mendalam, karena jika manusia mendalami rahasia kemuliaan Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Agung, maka tidak seorang pun akan mengangkat kepalanya dari bersujud di permukaan bumi sebab kewibawaan Allah subhanahu wata’ala Pemilik langit dan bumi, dan tidak pula akan ada seorang manusia yang berbicara satu sama lainnya, tidak pula akan ada yang menghendaki makan atau minum, namun semua manusia akan bersujud kepada Allah subhanahu wata’ala dan hanya terus menanti detik-detik perjumpaan dengan Allah subhanahu wata’ala, maka fahamilah rahasia kemuliaan Allah subhanahu wata’ala secara perlahan dimna hal tersebut akan membawa ketenangan di dalam setiap jiwa dalam menghadapi kehidupan, karena Allah subhanahu wata’ala ketika melihat hambaNya mendekat kepadaNya maka Dia (Allah) subhanahu wata’ala akan lebih mendekat dari pada hamba tersebut. Dimana disebutkan dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari bahwa ketika seseorang mendekat kepada Allah satu jengkal maka Allah subhanahu wata’ala akan mendekat kepadanya satu hasta, dan jika ia mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala satu hasta maka Allah mendekat kepadanya satu depah, dan jika ia mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala dengan berjalan maka Allah akan mendekat kepada dengan bergegas. Hadits ini mencerminkan kiasan tentang rahasia kehendak Allah subhanahu wata’ala untuk selalu lebih mendekat kepada hamba-hambaNya yang ingin mendekat kepadaNya. Dimana Allah subhanahu wata’ala selalu menjawab dan memberikan lebih daripada apa yang diharapkan hamba-hambaNya yang ingin mendekat kepadaNya.
Adapun hadits yang tadi telah kita baca mempunyai penjelasan yang sangat luas, namun secara zhahir hadits tersebut menunjukkan akan rahasia kemuliaan wudhu’ yang mana pembahasan tersebut membutuhkan penjelasan yang sangat terperinci, akan tetapi secara ringkas makna hadits tersebut adalah tidak sah nya sahalat seseorang yang memiliki hadats hingga ia berwudhu’. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani berkata dalam kitab Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa tidak sah shalat seseorang yang memiki hadats sampai ia berwudhu’, adapun ucapan berwudhu’ disini juga mencakup hal tayammum bagi orang yang tidak mampu untuk melakukan wudhu. Dalam hadits tersebut juga menunjukkan bahwa jika seseorang telah batal wudhunya baik secara sengaja atau tidak sengaja maka harus berwudhu’ kembali untuk melakukan shalat. Kemudian Al Imam Ibn Hajar juga berkata bahwa bukan hanya berwudhu’ secara zhahir saja yang merupakan syarat diterimanya shalat, namun berwudhu’ secara bathin yaitu membersihkan dan mensucikan jiwa merupakan hal yang menjadikan diterimanya kemuliaan shalat. Secara zhahir shalat seseorang telah diterima jika sudah memenuhi syarat dan rukun shalat, akan tetapi secara bathin belum pasti pahala kesempurnaan shalat akan diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala, karena hal ini membutuhkan perjuangan keras sanubari untuk jauh dari penyakit-penyakit hati dan lainnya. Oleh sebab itu dari hadits ini kita perlu memperdalam dan memahami makna yang batin dari sekedar makna wudhu’ yang zhahir, yaitu mensucikan diri kita dari dosa-dosa dan kesalahan, yang mana dengan melakukan shalat hal tersebut akan lebih mudah untuk dicapai. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِوَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ( العنكبوت : 45 )
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. ( QS. Al Ankabut : 45 )
Dan apabila shalat seseorang belum menjauhkannya dari perbuatan-perbuatan buruk dan munkar, maka ayat tersebut telah menjawabnya, yaitu dengan menyempurnakan shalat yang dikerjakan maka hal itu akan menjaga seseorang untuk terhindar dari perbuatan-perbuatan munkar.
Hadirin hadirat yang dimulikan Allah
Telah kita lewati hari-hari Idul Fitri dalam kehidupan kita, diijelaskan oleh guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim Al Hafizh di dalam kitab Mamlakah Al Quluub Wal A’dhaa’, bahwa makna daripada ‘Ied dalam kehidupan ini memiliki makan yang sangat luas. Adapun Idul Fitri dan Idul Adha merupakan hari ‘ied yang zhahir, namun memiliki cabang makna yang sangat luas, yang mana diantaranya adalah semua perbuatan yang menuju kepada kedekatan kepada Allah maka hal itu adalah termasuk ‘ied, ketika seseorang khusyu’ dalm bersujud termasuk ‘ied, mendekat kepada orang-orang shalih juga termasuk ‘ied, khusnul khatimah adalah ‘ied, dan semua waktu atau keadaan tatkala seseorang mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala adalah merupakan ‘ied, dan berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala dalam keridhaan di hari pertemuan yang sangat agung di hari kiamat adalah merupakan semulia-mulia ‘ied. Hari Idul fitri telah lewat dari kehidupan kita, namun rahasia kemulian ‘ied di setiap detik selalu menanti kita untuk mencapai rahasia kemuliaan rindu pada detik-detik perjumpaan dengan Allah subhanahu wata’ala, yang mana di saat itulah Allah subhanahu wata’ala sedang merindukan kita, jika kita merindukan Allah maka ketika itu Allah juga merindukan kita, sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لقاءَه وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
“ Barangsiapa yang ingin (cinta) akan perjumpaan dengan Allah maka Allah menginginkan perjumpaan dengannya, dan barangsiapa yang membenci akan perjumpaan dengan Allah maka Allah membenci perjumpaan dengannya”
Dijelaskan dalam Tafsir Al Imam At Thabari bahwa kelak di hari kiamat, bahwa detik-detik di dunia ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah, maka hal tersebut akan diingat oleh Allah subhanahu wata’ala kelak di hari kiamat. Oleh karena itu perindahlah hari-hari kita dengan kerinduan kepada Allah subhanahu wata’ala, yang mana dengan hal itu kita akan mendapati kemudahan dari segala kesulitan yang zhahir atau yang batin, Allah akan mempermudah setiap hal-hal yang menghambat dalam kehidupan kita, karena Allah subhanahu wata’ala tidak menghendaki hamba yang rindu kepadaNya ditimpa kesulitan hingga membuatnya lupa berdzikir kepada Allah Allah subhanahu wata’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Waktu terus bergulir, dan dalam waktu dekat kita akan kembali berjumpa dengan guru mulia Al Musnid Al Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim Al Hafizh yang Insyaallah akan datang di bulan Muharram yang akan datang. Sungguh rindu kepada orang-orang yang shalih merupakan bentuk dari pecahan kerinduan kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana rindu kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan bentuk daripada kerinduan kepada Allah subhanahu wata’ala, yang berinduk kepada doa :
اَللّهُمَّ ارْزُقْنَا النَّظَرَ إِلَى وَجْهِكَ الْكَرِيمِ
“ Wahai Allah, anugerahilah kepada kami rizeki untuk memandang dzatMu Yang Maha Mulia”
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ ( القيامة : 22-23 )
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat”. ( QS. Al Qiyamah : 22-23 )
Sedemikian agung rahasia kenikmatan di masa mendatang setelah kematian yang akan diberikan kepada hamba-hamba yang mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala, kenikmatan yang tidak pernah terlihat oleh mata, atau terdengar oleh telinga dan tidak pula pernah terlintas dalam benak fikiran manusia. Dan puncak dari segala kenikmatan tersebut adalah memandang kepada dzat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Indah. Marilah kita berdoa dan memohon kepada Allah Yang Maha Indah agar segera diberi kesempatan untuk lebih memperbanyak kerinduan kepada Yang Maha Indah, dan semoga terbuka segala pintu pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Indah atas kesulitan dan permashalan yang kita hadapi dalam kehidupan ini, amin Ya Rabbal ‘Alamin…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا

Tidak ada komentar:

Posting Komentar